Senin, 05 Maret 2012

Chapter 2 : The story about PES

zzzunnggg..... gdubrak!


"Aduh...." katakku meronta. Sepertinya aku baru saja terjatuh dari langit, meski rasanya tak sesakit itu. Aase (masih) ada di sampingku, nyengir melihat pendaratanku yang tidak mulus.


"Apa-apaan itu! kenapa kau tiba-tiba memegang tangan...." belum sempat kuselesaikan kalimatku, pemandangan mengerikan sudah terhampar didepanku. Ada banyak sekali orang, tangan mereka hitam, wajah mereka juga. Tapi ini bukan warna hitam kulit yang wajar, itu lebih terlihat seperti penyakit. Tapi bagaimana mungkin?


"Dimana ini? apa.....apa yang terjadi?" tanyaku bingung.
"well, aku akan menceritakannya padamu tapi kuharap kau tidak terkejut. Kita tadi baru saja melewati dimensi waktu dan kembali ke masa lalu." kata Aase tenang. 
"A...apa? melewati masa lalu? Gurauan macam apa itu?"
"Aku tidak bergurau. Lihatlah disekitarmu. Kita berada di tahun 1386, di Rusia, dimana wabah PES* sedang menyerang seluruh kawasan ini."
"Ta...Tapi, bagaimana mungkin?" 
"Sekarang dengarkan aku, buku yang kau pegang adalah buku ajaib yang akan menampilkan isi hati dari seseorang di sebuah zaman, zaman apapun. Nanti kau akan menyaksikan perjalanan hidup seseorang, baik yang terkenal ataupun tidak, dan, isi hati orang itu akan tertulis di buku. Mengerti?"
"Tidak" kataku, mataku memanas. Aku mulai merasa muak.
"Oh tuhan! Baiklah, kita langsung praktek saja. Kau lihat seorang ibu yang ada di sana?"
"ya."
"Dialah yang akan menjadi target kita. Yang harus kita lakukan adalah mengikutinya dan memperhatikan bagaimana dia hidup."
"sampai kapan kita akan mengawasi dia?" tanyaku.
"sampai ada garis yang muncul di buku itu. Setelah itu kita akan segera kembali." jawab Aase.
"Tapi bagaimana dengan kehidupanku di dunia nyata?" aku mulai panik.
"tenanglah,ketika kita ada di masa lalu, waktu di dunia nyata seolah terhenti, jadi kita akan kembali lagi ke tempat dan waktu yang sama saat kita pergi tadi."


Aku terdiam. ragu, bingung, takut, semua bercampur aduk dalam hatiku. 


"Ayo, kita lebih mendekat lagi. Kita harus memperhatikan ibu itu dengan jelas."ajak Aase.
Aku melotot. "Apa kau gila? kita bisa tertular!" 
Aase memutar bola matanya. "Kita tidak akan tertular. Disini, kau dan aku seolah arwah. Tidak terlihat, tidak tersentuh, dan tidak memiliki raga. Bahkan kita berdua bisa terbang."
Tersentak, aku melihat kakiku. Benar, kakiku melayang.
"sekarang, ayo!" Ajak Aase.


Kami mendekat dan melihat ibu yang sedang membeli sayuran itu. Ada banyak bercak hitam di tangannya. Aku menelan ludah, bagaimana mungkin ibu ini memasak dengan tangan penuh bakteri seperti itu?
Tak lama kemudian, ibu itu beranjak pergi. Dia menuju sebuah rumah kayu yang bobrok dan masuk kedalam.
"Ayo kita ikuti." bisik Aase bersemangat. Aku ragu, tapi tetap mengikuti dari belakang.


Ternyata, rumah itu berisi banyak sekali orang. Mereka semua tergeletak di lantai, sambil terus mengaduh, tangan dan tubuh mereka penuh dengan bercak hita. Ada beberapa orang yang lalu lalang membagikan makanan pada orang yang tergeletak itu. Aku menelan ludah, mencoba menahan muntah.


"Ruin." bisik Aase ke telingaku. aku tersentak, berniat protes, tapi urung waktu melihat Aase menunjuk pada si Ibu yang kami ikuti. Ibu itu memasuki sebuah ruangan, yang kupikir adalah toilet (karena sangat kotor) tapi ternyata adalah dapur.
Si ibu memasukkan kentang yang dibelinya di pasar tadi ke dalam panci, lalu merebusnya. Setelah beberapa saat, sang ibu memasukan sejumlah besar garam ke dalam panci itu.
"Mengapa dia memasukkan banyak garam?" tanya Aase.
"Ya, kau tahu, sejak dulu masyarakat dunia percaya bahwa garam bisa membunuh bakteri. Meski tidak semua bakteri terbunuh, tapi setidaknya bisa mengurangi pertumbuhan bakteri itu." jawabku
"Heh, tak kusangka kau tahu hal seperti itu." gurau Aase.
Aku cemberut. Bete mendengar gurauannya.


"Ruin, lihat! ada tulisan yang muncul di Diary!" kata Aase.
Terkejut, aku langsung melihat buku itu. Ya, memang ada tulisan disana. Tapi dibanding tulisan, ini lebih mirip mantera.
"bahasanya aneh, aku tak bisa membacanya." kataku. 
Aase tertawa. "Tentu saja kau tak bisa, itukan bahasa Navajo. Kemarikan buku itu, akan kubacakan."
Aku menyerahkan buku itu padanya, perasaan sebal dan penasaran bercampur aduk.


"Hari ini aku mendapat banyak sekali kentang dari pasar. Syukurlah, karena persediaan makanan kami sudah habis. Aku juga sudah mulai merasa pusing, dan menggigil. Kurasa aku demam. Di tanganku juga ada bercak hitam. mungkinkah aku tertular?
Meski ya, aku tak boleh tumbang. Masih banyak orang disini yang membutuhkan bantuanku. Aku tak boleh membiarkan mereka menderita sendirian, aku harus bisa meringankan beban mereka, atau setidaknya menghibur mereka. 
Oh tuhan, tolonglah, izinkan aku hidup lebih lama untuk merawat mereka, untuk mengtakan bahwa mereka tak sendirian, untuk memastikan tak ada orang yang meninggal dalam sepi, meski tak akan ada yang tahu apa yang kulakukan sekarang, meski mungkin namaku tak akan bisa tertulis dalam sejarah."


"Apa ini isi hati ibu itu?" tanyaku ragu.
"Tentu. Dia ternyata bukan orang biasa. Meski tak terkenal, dia selalu mencoba untuk membantu sesamanya, tanpa memperdulikan diri sendiri." jawab Aase.
Aku terdiam. Ragu. Mungkinkah seseorang bisa mengorbankan dirinya sendiri demi sedikit kebahagian orang lain? 


"Mama* Akeila*, kentangnya sudah siap?" tanya seorang perempuan di balik pintu.
"Iya, sebentar lagi Jelena*. Bagaimana keadaan pasien kita?" jawab sang ibu yang ternyata bernama Akeila.
"Hari ini ada 30 pasien, tapi ada 10 pasien meninggal, dan ada 5 pasien baru yang masuk."
Bu Akeila meletakkan sedoknya. "Apa mereka meninggal sendirian?" tanyanya khawatir,
"Tidak mama, mereka ditemani oleh para suster."
"Lalu bagaimana dengan jasad mereka?"
"Mereka sudah dibawa oleh tentara." kata Jelena lesu.
Akeila menarik napas panjang. "Ya sudahlah, nanti tolong serahkan daftar nama mereka yang sudah meninggal padaku, kita akan mendoakan mereka setelah makan malam. Sekarang bantu aku membawa kentang ini untuk para pasien, kentang ini akan jadi penjamuan yang sangat hebat." gurau Akeila
"Hihihihi, tentu saja mama."


Mereka berdua meninggalkan dapur, meninggalkan aku dan Aase yang tercenung.


========================================================================
*Penyakit Pes disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia pestis. Diyakini bermula di Mesir dan Etiopia pada tahun 540, dan telah membunuh 75 juta orang. Penyebaran penyakit ini lewat kutu yang ada di tikus.
*Akeila : bijaksana (bahasa Rusia)
*Mama : panggilan ibu untuk orang Rusia
*Jelena : Bersinar terang (bahasa Rusia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar